Sunday 10 April 2016

Perencanaan Pencahayaan Buatan Hemat Energi


      Hasil penelitian terhadap penggunaan energi, dalam hal ini listrik, dalam bangunan gedung menunjukkan bahwa jumlah energi listrik yang digunakan untuk keperluan pencahayaan ruangan menempati urutan terbesar kedua (setelah sistem tata udara). Sebagaimana diketahui bahwa sumber daya alam untuk membangkitkan listrik adalah terbatas dan suatu saat akan habis. Hal ini menyebabkan harga listrik akan semakin mahal. Oleh karena itu sistem tata cahaya suatu bangunan harus direncanakan dengan baik dengan memperhitungkan usaha-usaha konservasi energi yang dapat dilakukan. Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia telah mengeluarkan suatu standar Tata Cara Perancangan Konservasi energy pada Bangunan Gedung (SK-SNI T-141993-03). Pada standar ini ditetapkan maksimum daya listrik (dinyatakan daalm Watt/m2 luas lantai) yang diperbolehkan sesuai dengan fungsi dan jenis bangunan tersebut.








Gambar 3.4 Perencanaan teknis sistem tata cahaya buatan

Share:

Perhitungan Pencahayaan Buatan


Metoda Point-by-Point (Titik Demi Titik)

      Metode ini hanya berlaku untuk cahaya langsung, tidak memperhitungkan cahaya pantulan, dan sumber cahaya dianggap satu titik, serta mempunyai syarat sebagai berikut :

a) Dimensi sumber cahaya dibanding dengan jarak sumber cahaya ke bidang kerja tidak boleh lebih
    besar dari 1 dibanding 5.



b) Berdasarkan diagram pola intensitas cahaya. Panjang jari-jari dari 0 ke suatu titik dari grafik          
    menyatakan intensitas cahaya. kearah itu dalam suatu candela. Setiap gambar biasanya dilengkapi
    dengan data yang menunjukan nilai dalam lumen / cd. (misal 500 lumen / cd ; 1000 lumen / cd ;
    2000 lumen /cd dan seterusnya). Diagram penyebaran intensitas cahaya ini ada yang berbentuk
    simetris dan tidak simetris. Untuk yang simetris biasanya hanya digambarkan setengahnya saja.
    Diagram yang menunjukan karakteristik-karakteristik lampu dan armatur ini, dapat diperoleh pada
    buku katalog dari pabrik yang memproduksinya.


      Intensitas cahaya sebuah lampu sebanding dengan fluks cahaya lain, nilai-nilai yang diberikan dalam diagram masih harus dikalikan dengan jumlah lumen lampu tersebut. Dalam gambar diatas intensitas cahayanya = 1000 lumen, jika pada armaturnya diberi lampu 1500 lumen, maka pada sudut 60o intensitas cahayanya: 1.500/1.000 x 140 cd = 210 cd.

c) Hanya ada satu sumber cahaya yang akan diperhitungkan pada saat itu.
d) Bidang kerja yang diberi penerangan harus berdimensi kecil.
e) Daerah yang sumber cahaya dan bidang kerjanya bebas dari permukaan yang memantulkan cahaya     (refleksi cahaya tidak diperhitungkan).

      Untuk setiap titik yang berjarak sama dari sumber cahaya (dengan arah cahaya pada sudut normal), maka besar intensitas penerangannya akan selalu sama dan membentuk diagram melingkar. Jika ada dua titik lampu dengan jarak sama ke suatu target, maka total intensitas penerangannya sekitar dua kalinya.


Metoda Lumen 

      Seperti telah disebutkan diatas bahwa metoda lumen digunakan untuk menghitung jumlah luminer terpilih dan daya listrik yang dibutuhkan untuk menerangi ruangan tertentu. Metoda ini memperhitungkan jumlah cahaya yang diterima oleh bidang kerja yang meliputi:

a. komponen cahaya langsung (dari luminer)
b. komponen cahaya tidak langsung (yang berasal dari pantulan langit-langit, dinding, dan lantai)

      Jumlah cahaya yang diperlukan untuk mencapai bidang kerja adalah sama dengan perkalian antara tingkat pencahayaan rata-rata (dalam lux) yang disyaratkan dengan luas ruangan (dalam m2). Secara matematis, hal tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

E= N F (UF) (LLF) / A Lux 

dimana :
E     : tingkat pencahayaan pada bidang kerja yang direkomendasikan
N     : jumlah lampu yang dibutuhkan
F      : Flux cahaya yang dihasilkan oleh setiap lampu. Untuk Lampu pelepasan listrik, umumnya
          nilai adalah nilai awal (100 jam) yang dituliskan pada katalog atau kemasan lampu oleh
          produsen lampu tersebut
UF   : Utilization Factor, menunjukkan proporsi jumlah cahaya dari luminer yang sampai pada bidang           kerja, baik komponen cahaya yang langsung maupun yang tidak langsung
LLF : Light Loss Factor, merupakan factor-faktor kerugian cahaya yang disebabkan atau berasal dari
          kondisi lampu
A     : luas ruangan

      Apabila besaran-besaran E, F, UF, LLF, dan A diketahui, maka jumlah lampu N yang diperlukan dan daya listrik yang diperlukan dapat dihitung, serta jumlah luminer yang diperlukan (dalam hal pada setiap armatur terdapat lebih dari satu lampu) juga dapat dihitung. Selanjutnya dapat direncanakan tata letak pemasangan dan juga pengelompokan penyalaannya. Lebih lanjut akan dibahas secara singkat tentang besaran-besaran UF dan LLF, hal-hal apa saja yang mempengaruhi besar kecilnya, bagaimana menghitung/menentukan/ mencari besarnya nilai tersebut.


Utilization Factor 

      Sering juga disebut coefficient of utility (CU), atau koefisien penggunaan (KP), yang merupakan besaran dengan nilai lebih kecil dari 1 yang dipengaruhi oleh:

- bentuk distribusi (intensitas) cahaya dari luminer
- ukuran ruangan
- koefisien refleksi cahaya permukaan ruangan

      Pada umumnya distribusi intensitas cahaya luminer dapat diklasifikasikan menjadi distribusi lansung, semi langsung, difus, semi tidak langsung, dan tidak langsung. yang disebut pertama akan memberikan nilai UF yang terbesar, sedangkan yang disebut terakhir mempunyai nilai UF yang terkecil

Gambar 3.1 Harga UF untuk luminer langsung dan difus 

      Besar kecilnya ukuran ruangan mempengaruhi jumlah cahaya (langsung) dari luminer yang sampai ke bidang kerja (bidang kerja adalah bidang sejajar lantai yang jaraknya 75cm dari lantai). Untuk ruangan yang besar, luminer dengan distribusi cahaya langsung akan mempunyai UF yang lebih besar daripada jika luminer tersebut dipasang pada ruangan yang lebih kecil.

Gambar 3.2 Harga UF untuk luminer langsung dan difus 

      Dalam hal ini, sebenarnya ukuran absolut dari dimensi ruangan tidaklah penting, tetapi yang lebih penting adalah perbandingan/ hubungan antara luas langit-langit / lantai dan luas dinding diantara bidang luminer dan bidang kerja. Dalam sistem tata cahaya , ukuran ruang ini dinyatakan dalam suatu besaran yang disebut Indeks Ruangan (IR), yang secara matematis dituliskan sebagai:


IR = LW/ (Hm ( L + W )) 

dimana :

L          : panjang ruangan
W         : lebar ruangan
Hm       : ketinggian luminer terhadap bidang kerja
Catatan : untuk luminer dengan klasifikaso distribusi semi tidak langsung dan tidak langsung, Hm
                adalah jarak antara langit-langit/ plafond dan bidang kerja

Gambar 3.3 Ketinggian luminer terhadap bidang kerja 

      Jumlah cahaya tak langsung yang akan sampai pada bidang kerja dipengaruhi oleh besar-kecilnya harga koefisien refleksi cahaya dari permukaan ruangan, dalam hal ini permukaan langit-langit dan dinding. Permukaan yang berwarna terang (misalnya putih) mempunyai harga koefisien refleksi yang lebih besar daripada permukaan yang berwarna gelap.

      Harga UF ini diperoleh dari suatu tabel yang mencakup ketiga faktor yang mempengaruhi besar kecilnya harga UF tersebut.


Light Loss Factor 

      LLF adakalanya disebut sebagai Maintance Factor (MF), sering juga disebut sebagai koefisien depresiasi (KD), merupakan besaran yang harus diperhitungkan dalam metoda lumen karena harga E pada persamaan matematis yang diberikan adalah tingkat pencahayaan minimum yang harus selalu dipenuhi sepanjang waktu. Jumlah cahaya yang akan dikeluarkan lampu akan berkurang sebagai fungsi waktu, yaitu:

- umur lampu, makin tua umur lampu, maka jumlah cahaya yang dikeluarkan akan berkurang
- adanya akumulasi debu pada lampu dan/ atau luminer, serta permukaan ruangan (langit-langit dan
  dinding)
- penurunan tegangan listrik dari yang seharusnya

      Pada umumnya untuk ruangan yang kebersihannya terjaga baik, dalam perencanaan dan perhitungan pencahayaan buatan, diambil harga LLF = 0,8. Dengan harga LLF ini, maka pada saat instalasi sistem tata cahaya suatu ruangan masih baru, akan diperoleh tingkat pencahayaan yang lebih besar dari tingkat pencahayaan yang direkomendasikan.

Catatan :
      Salah satu kelemahan dari metoda lumen adalah tidak semua produsen luminer memberikan tabel UF. Kalaupun ada, pada umumnya tabel UF untuk suatu luminer dengan desain khusus tidak dapat diperoleh sehingga jumlah luminer yang diperlukan untuk sistem tata cahaya suatu ruangan akan sulit ditentukan. Apabila hal ini terjadi, dalam perencanaan sistem tata cahaya buatan, sebagai suatu patokan kasar, harga (UF)(LLF) dapat digunakan angka 0,5.

Source : 
- http://tarn2007.blogspot.com/2011/08/sejarah-perkembangan-sumber-cahaya.html
- Modul Utilitas Bangunan by Apif Miftahul Hajji
Share:
Powered by Blogger.

Labels

Blogger templates